
Hal ini pula lah yang dirasakan sejumlah warga RT 1, Kelurahan Kurun, Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas (Gumas).
Tuntutan perut memaksa mereka yang memiliki profesi utama sebagai petani, melakukan pekerjaan yang tidak ringan yakni menjadi pemecah batu belah.
Meskipun hanya bekerja di pekarangan rumah, pekerjaan itu tetap bukan perkara gampang.
Memecah batu di bawah terik matahari membutuhkan tenaga dan kekuatan fisik. Bayangkan saja, sebuah batu harus dipecah menggunakan palu seberat 1 kilogram. Berapa besar tenaga yang dibutuhkan untuk itu. Padahal ada puluhan bahkan ratusan batu yang harus dipecahkan.
Ironisnya, pekerjaan seberat itu tidak hanya dilakukan oleh kaum Adam, tetapi juga kaum Hawa, bahkan anak-anak.Reni, 35, merupakan salah seorang kaum Hawa yang melakoni profesi itu.
Dia mengaku, pekerjaan memecah batu belah sudah menjadi salah satu penopang hidup keluarganya, di samping sebagai petani.Pekerjaaan itu dijalani untuk mengimbangi kebutuhan hidup yang semakin hari kian mendesak, terlebih dengan terus melonjaknya harga kebutuhan pokok belakangan ini.
Ia menuturkan, penghasilan yang diperoleh dari memecah batu belah per hari tidak menentu. Namun rata-rata bisa mencapai 10 karung. Satu karung batu belah dihargai Rp4.000.Midah, 40, ibu rumah tangga lainnya menuturkan, pemecah batu bukanlah pilihan pekerjaan. Namun akibat impitan ekonomi, membuatnya harus berupaya untuk mencari kocek tambahan guna membatu suami yang hanya berkerja sebagai penambang emas tradisional.
Sumber : Borneo News
Posting Komentar